apahabar.com, KAPUAS - Hampir sepanjang tahun 2015 silam, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) besar terjadi di Kalimantan. Kemarau panjang yang amat kering dan pembukaan lahan dengan cara dibakar jadi penyebabnya.
Pasca musibah itu, pemerintah pun menerbitkan aturan larangan pembukaan lahan dengan cara dibakar. Jika nekat melanggar, ancamannya pidana.
Yaman, petani asal Desa Tarong Manuah di Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) dibuat masygul dengan aturan ini.
Berbulan-bulan Yaman enggan menanam padi. Pasalnya, satu-satunya cara membuka sawah yang diketahuinya adalah dengan dibakar, tapi dia takut ditangkap.
Selama itu, Yaman bertahan hidup dengan hasil panen sebelumnya, sembari cemas kalau beras akan habis. Namun karena solusi pemerintah tak kunjung ada, dia pun kembali bertani. Tapi produk yang ditanam diubah dari padi jadi nanas dan ubi.
Sistem bertani juga masih dengan cara membakar, tapi dilakukan sedikit demi sedikit, sembari terus dijaga penuh, agar tak merembet dan terlalu besar.
"Soalnya ini urusan perut. Kalau tidak demikian, kita gak bisa makan," kata pria 51 tahun itu ditemui akhir Agustus lalu.
Singkat cerita, Yaman dikenalkan dengan program Udara Bersih Indonesia (UBI) yang diinisiasi oleh Yayasan Field Indonesia, pada tahun 2021.
Dalam program UBI, Yayasan Field Indonesia mengedukasi petani tentang bagaimana cara bertani yang ramah lingkungan.
"Karena tertarik, saya kemudian gabung jadi kader Yayasan Field Indonesia," ungkapnya.
Yayasan Field Indonesia memberitahu dan mengajari Yaman sistem pertanian 'mulsa tanpa olah tanah' (M-TOT).
"Dalam sistem M-TOT, petani diajarkan cara bertanam tanpa mengolah tanah, termasuk membakar," ujar Yaman.
Caranya, ilalang-ilalang atau gulma yang kerap tumbuh di lahan pertanian hanya direbahkan, tanpa ditebas, apalagi dibakar. Semak yang sudah rebah kemudian disemprot menggunakan obat rumput.
Setelah proses itu dilakukan, bibit dari tanaman pun langsung bisa ditanam di lahan tersebut.
Yaman memilih menanam nenas dan ubi lantaran tanah di Desa Tarong Manuah tidak mengandung banyak air.
"Kalau dengan metode M-TOT, padi kurang optimal ditanam di sini, karena tanahnya cenderung kering," jelasnya.
Tapi, Yaman pun sukses mengembangkan usaha pertanian nenasnya di lahan kurang lebih 1 hektar, tanpa membakar lahan.
Menurut Yaman, kelebihan daripada metode M-TOT ini lebih hemat waktu dan biaya yang dikeluarkan.
"Lebih murah, kita gak perlu keluarkan biaya untuk upah orang menebas rumput. Bebas dari hama juga," terangnya.
Selain itu, hal yang lebih pentingnya, Yaman turut membantu upaya mengurangi polusi udara dan menjauh dari potensi menyebabkan karhutla.
Yaman bilang, kini metode bertani tanpa bakar yang dipakainya pun sudah mulai ditiru oleh petani-petani lainnya di Desa Tarong Manuah.
Kepala Desa Tarong Manuah, Hadriansyah pun mengapresiasi upaya yang dilakukan Yaman dan Yayasan Field Indonesia.
"Ini memang sangat bagus. Aman juga. Semoga Field juga bisa membimbing petani-petani lain di desa kami, supaya bisa lebih maju lagi," harapnya.
Fasilitator Yayasan Field Indonesia untuk wilayah Kalteng, Husaini pun turut bangga dengan pencapaian yang dilakukan oleh Yaman.
"Semoga bisa lebih banyak petani yang mau mengikuti langkah pak Yaman, untuk udara yang lebih sehat. Kami dari Field juga siap untuk membantu mengajarinya," tandasnya.